Anak-anak-1

Pemerintah yang menggaung - gaungkan program pendidikan wajib belajar 9 tahun belum mencapai targetnya.Bagaimana kita bisa akan menjadi negara yang maju,jika pendidikan masih dipandang sebelah mata.

Anak-anak-2

Pemerintah yang menggaung - gaungkan program pendidikan wajib belajar 9 tahun belum mencapai targetnya.Bagaimana kita bisa akan menjadi negara yang maju,jika pendidikan masih dipandang sebelah mata.

Anak-anak-3

Pemerintah yang menggaung - gaungkan program pendidikan wajib belajar 9 tahun belum mencapai targetnya.Bagaimana kita bisa akan menjadi negara yang maju,jika pendidikan masih dipandang sebelah mata.

Anak-anak-4

Pemerintah yang menggaung - gaungkan program pendidikan wajib belajar 9 tahun belum mencapai targetnya.Bagaimana kita bisa akan menjadi negara yang maju,jika pendidikan masih dipandang sebelah mata.

Anak-anak-5

Pemerintah yang menggaung - gaungkan program pendidikan wajib belajar 9 tahun belum mencapai targetnya.Bagaimana kita bisa akan menjadi negara yang maju,jika pendidikan masih dipandang sebelah mata.

Senin, Agustus 18, 2008

BONGKAR BUDAYA BIROKRASI!

Kalau belum rusak kenapa harus diperbaiki?
kalau bisa diperlambat kenapa harus dipercepat?
Setan.......!
Wahai para birokrat! tepuklah air di dulang, walau terpercik mukamu sendiri
Thank you...!
Dengan statment di atas, para Birokrat jangan hanya tersenyum, tapi tersinggunglah!. Kita berada dalam turbulensi zaman yang kejam dan nyata dan kalau kita lambat berubah, maka tunggulah realitas kehidupan dikubangan yang kotor. Kita harus berubah!, dan salah satu upaya menuju perubahan dan penataan kembali (transformation) birokrasi adalah merubah budaya organisasi. Pararel dengan perubahan birokrasi ini, maka unsur-unsur organisasi dan sistem-sistemnya juga harus mengalami proses adaptasi sehingga gagasan dan harapan-harapan untuk berubah bukan hanya sekedar impian utopis.
Wajah birokrasi saat ini sudah sedikit bercahaya, itupun karena tuntutan dan kritikan yang lakukan oleh masyarakat kian gencar dan sulit dibendung oleh benteng kemapanan aparatus terhadap sistem yang memang sudah tertinggal. Fakta membuktikan respon positif dari pemerintah ditandai dengan distribusi sebagian kewenangan yang selama ini hanya dierami oleh pemerintah pusat kini mulai dinikmati oleh daerah, dan lagi-lagi pemerintah berupaya terbangun dari stagnasi paradigma lamanya.
Menyertai proses perubahan sebagaimana disebutkan di atas, maka pemerintah juga harus melakukan penataan dalam budaya organisasi. Penataan budaya organisasi ini harus menyentuh kerak-kerak dasar mental model individu yang ada di dalamnya, karena budaya organisasi merupakan akumulasi dari budaya-budaya individu.
Budaya atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan “culture”. Andrew Pettigrew mengatakan bahwa dalam konteks perubahan internal organisasi perlu memperhatikan sumber daya, kapabilitas, budaya dan politik. Budaya organisasi menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan dalam membawa perubahan-perubahan organisasi, dan Johon Kottler melihat bahwa kultur bukanlah sesuatu yang bisa dimanipulasi dengan mudah.
Terlepas dari ungkapan para ahli di atas, budaya birokrasi kita masih perlu direkonstruksi kembali sesuai dengan dinamika perubahan yang terjadi. Mengingat intelektual, mental dan spiritual birokrat tempo doeloe masih banyak terawetkan dalam benak pemerintah, sehingga penyakit-penyakit lama seperti korupsi, kolusi serta nepotisme masih sering mencederai harapan masyarakat dan lagi-lagi melukai proses kuncup-kuncup perubahan yang mulai tumbuh.
Jika saja ada ilmu penyakit birokrasi (patologi birokrasi) dan dilakukan pembedahan terhadapnya, maka ahli bedah yang paling tepat adalah robot, karena mereka tidak perlu diimunisasi. Kalau masih manusia biasa yang berusaha menjinakkan penyakit birokrasi tersebut, maka kekebalan tubuhnya dengan sangat mudah dikontaminasi virus berbahaya ini, kenapa? Karena penyakit ini berada dalam sistem yang besar, sementara dokter-dokternya juga berada dalam sistem itu.
Beberapa tahun yang lalu sebuah lembaga independen untuk transparansi Indonesia menyatakan bahwa negeri tercinta ini merupakan negara terkorup ketiga di dunia. Ada anekdot dibalik survey ini, bahwa sesungguhnya Indonesia merupakan negara terkorup satu didunia, tapi karena kita hebat lobi dan nyogok maka peringkat itu bisa diatur. Belum lagi beberapa penelitian yang menujukkan bahwa kinerja aparatur kita masih berada dalam kriteria rendah. Kualitas sumber daya apartur menyedihkan, perilakunya menjengkelkan dan masih hidup lagi.
Bongkar budaya biokrasi!, budaya apa yang dibongkar?. Jawabanya sederahana dan Anda semua bisa menjawabnya. Budaya yang perlu disehatkan adalah apa yang disebut dengan penyakit birokrasi itu sendiri. Yang sulit untuk dijawab adalah bagaimana menyehatkannya?. Konsep teori menyatakan perlu peningkatan kinerja melalui kemampuan, motivasi dan sikap perilaku. Konsep yang paling mutakhir juga menyebutkan perlu kecerdasan intelektual, mental dan spiritual. Tetapi sayangnya teori begitu mulus untuk diurai dan kenyataan membantah sulit untuk dlakukan.
Berikut langkah-langkah rill dalam pencanangan perubahan di dalam kultur organisasi oleh Osborne dan Plastrik yang menuliskan perlu mengubah kebiasaan (menciptakan pengalaman baru), menyetuh Perasaan (mengembangkan pemufakatan baru) dan mengubah pikiran (mengembangkan model mental baru). Menurut Kottler adalah : perubahan adalah langkah akhir, bukan langkah awal : sebagian besar perubahan norma-norma dan nilai-nilai yang diyakini bersama merupakan langkah akhir dalam sebuah proses transformasi.
Perubahan yang terjadi dalam struktur pemerintah dan pemerintahan harus dibarengi dengan proses adaptasi nilai, sikap dan perilaku pegawai sehingga akan terbentuk budaya organisasi yang mapan dan sesuai dengan arah perubahan. Apapun rencana dan rancangan perubahan dibuat dalam sistematika yang panjang, tetapi syarat utama yang harus dimiliki oleh agen-agen perubah adalah niat dan komitemen yang kuat untuk mau berubah serta konsistensi atas gagasan itu.
Sekarang persoalan menjadi sederhana bila agen-agen kunci dalam perubahan mau berubah. Artinya bila pimpinan-pimpinan kita memiliki komitmen dan konsistensi, maka gerbang baru dalam budaya birokrasi terbuka lebar untuk berubah. Dengan kata yang lebih sederhana lagi, jika kita mau memongkar budaya birokrasi, maka bongkar dulu budaya pipimpinanya.
Pertanyaan terakhir yang perlu kita renungkan adalah : beranikah Anda, saya dan kita semua melakukan itu ?. Berani menepuk air didulang walaupun terpercik muka sendiri?. Kalau bisa hari ini kenapa tunggu sampai hari esok!. Bangkit dan lakukan hari ini juga melalui perubahan dirimu sendiri!.
Selamat mencoba..!!.