Senin, April 22, 2013

KOPROL


“Koprol”,  demikian kata itu menjadi  populer dalam bahasa keseharian masyarakat Gorontalo beberapa tahun terakhir ini. Kata yang sebelumnya jarang dituturukan orang, karena maknanya sempit, terbatas penggunaannya dalam bahasa olah raga saja, namun kini, kata tersebut telah digunakan dalam beragam momen dan  situasi, bahkan fenomenanya menembus hampir seluruh strata masyarakat kita.
“Koprol” yang sesungguhnya berarti “gerakan berguling kedepan” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008), berubah menjadi kata yang berbeda jauh dari arti sebelumnya (semantis). Akhir-akhir ini familiar di telinga kita kata koprol dibahasakan, seperti: “pejabat koprol”, “proposal koprol”, “program koprol”, “pertanyaan koprol”, “cerita koprol”, “politik koprol”, aspirasi koprol dan seterusnya… atau dalam kalimat yang lebih panjang, misalnya: “kalau ingin jabatan tertentu, kenapa harus koprol?”.
  Mencermati contoh dan pemisalan penggunaan kata koprol pada kalimat-kalimat di atas, mendekatkan kita pada terminologi baru dari kata koprol yang secara sederhana dapat diartikan: upaya mempengaruhi. Namun berbeda dengan definisi kepemimpinan. Dalam beberapa teori menyebut kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi(Mis: Stephen J.Carrol & Henry L.Tosj (1977) atau Harold Koontz (1989). Walaupun sama-sama berati cara mempengaruhi, namun kepemimpinan berusaha mempengaruhi bawahan, tapi koprol adalah cara bawahan untuk mempengaruhi pimpinan/atasan. Sayangnya, definisi terakhir ini juga belum cukup memadai untuk digunakan. Karena sering terdengar celetukan, “pimpinan koprol”, atau “politisi koprol kepada rakyat”. Untuk menghindari penyamaan kata “koprol” ini dengan kata “menjilat”, mungkin juga dapat diartikan sebagai “atraksi”, entah itu sandiwara atau serius untuk menarik perhatian atasan ataupun bawahan dengan cara memuji, mengelu-elu guna tujuan tertentu.
Memungkinkan kita semua bisa mendefinisikan sendiri arti dan makna kata “koprol” itu. Tetapi, yang paling menarik adalah kata “koprol” asosiasinya tidak jauh dari bahasa birokrasi dan politik. Entah siapa dan sejak kapan, kemudian kata tersebut menjadi sedemikian populer. Penulis meyakini kata ini awalnya merupakan bahasa simbolik untuk mengaburkan situasi rahasia dan negatif menyertai makna sesungguhnya yang ini disampaikan oleh penuturnya. Kurang lebih sama dengan kata “apel malang” dan “apel washington” yang digunakan untuk mengaburkan “uang rupiah” dan “uang dolar” dalam kasus korupsi. Namun apapun itu, kini “koprol” menjadi kata fenomenal dan telah menempatkannya dalam terminologi birokrasi dan politik Gorontalo.
Jika kata koprol diterima menjadi sebuah terminologi baru dalam praktek serta  komunikasi birokrasi dan politik, maka kita sulit menghindari dari tuduhan negatif. Betapa tidak, akibat dari koprol itu seseorang dengan bermodal “mencari muka” akan mencapai tujuan politik ataupun kariernya. Kurang menjadi soal ketika tujuan yang didapat dengan cara koprol tersebut berbanding lurus dengan kualitas dan kapabilitas. Tetapi menjadi sesuatu yang lain bila hasil koprol tersebut melahirkan kebijakan ataupun pilihan yang tidak sesuai dengan aturan dan regulasi dalam patron birokrasi dan politik.
Di tengah harapan untuk mereformasi birokrasi dan menata iklim politik yang lebih baik, koprol menjadi salah satu momok yang  menghantui prinsip egaliter pemerintahan dan demokrasi substantif. Koprol ini adalah bahasa yang baru, namun pada tataran praktek, sebenarnya koprol adalah cara-cara sudah berlangsung lama.
Memaknai tulisan ini, saya tiba pada satu hipotesa hubungan antara jabatan karier dan kekuasaan politik. Birokrat cenderung menggunakan cara-cara politis untuk meningkatkan kariernya, sementara penguasa cenderung menawarkan jabatan tertentu untuk memuluskan hasrat politiknya. Hipotesa ini merupakan asal mula dari lahirnya nepotisme. Sebuah paktek simbiosis mutualisme yang diharamkan oleh undang-undang korupsi, kolusi dan nepotisme (baca: KKN).
Lumrah suatu zaman melahirkan tata bahasa baru. Namun jika kita merenungi peribahasa yang menyebutkan “bahasa menunjukkan bangsa”, maka nyatalah koprol merupakan langkah mundur dalam sistem birokrasi dan politik kita.

0 komentar:

Posting Komentar

KOMENTARNYA..DONK.!